Category Archives: Universitas Kehidupan

Seorang anak yang lahir ketika Ibunya sudah wafat

Telah datang seorang lelaki kepada Amiril mukmin (pemimpin orang beriman) Umar bin Khattab semoga Allah meridhoinya, dan lelaki tersebut datang bersama anaknya. Dan tidak ada perbedaan antara seorang ayah dengan anaknya, maka Umar terkagum seraya berkata “Demi Allah aku belum pernah melihat hal yang paling aneh seperti hari ini! Tidaklah seseorang mirip dengan orang lain seperti kau dan anakmu kecuali miripnya burung gagak dengan gagak lainnya.”

-dan bangsa arab menyebutkan dipepatah mereka bahwa burung gagak sangat mirip dengan sesama jenisnya-

Maka pria tersebut berkata kepada Umar: “wahai amirul mukminin! Bagaimana sekiranya kalau engkau tahu bahwa ibu anak ini melahirkannya setelah ia wafat.”

Maka Umar r.a pun merubah posisi duduknya dan berubah pula keadaannya, dan beliau menyukai kisah-kisah unik dan ajaib. Kemudian Umar berkata: “Ceritakan kepadaku!!”

Pria itu pun berkata: “wahai amirul mukminin!! Dulunya istriku, ibu dari anak ini sedang hamil, kemudian aku hendak bepergian jauh akan tetapi ia melarangku, hingga aku sampai didepan pintu ia tetap memaksaku agar tidak pergi. ia berkata: ‘bagaimana kau ingin meninggalkan ku sedangkan aku sedang hamil’ maka aku letakkan tanganku diatas perutnya seraya berkata ‘Ya Allah, aku titipkan anakku ini pada-Mu’ kemudian aku pergi.

-dan renungkanlah, bahwa dengan takdir Allah, ia tidak berkata kutitipkan juga ibunya-

“Aku pun keluar rumah dan kemudian ku habiskan waktu yang lama untuk bepergian jauh.” Dan ketika aku pulang kerumah, pintu dalam keadaan terkunci sepupu-sepupuku pun mengelilingiku, seraya memberi kabar bahwa istriku sudah wafat maka kuucapkan “sesungguhnya kami semua milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali.” Kemudian mereka membawaku untuk makan malam yang telah mereka siapkan untukku dan ketika aku sedang makan, tiba-tiba keluar asap dari area pemakaman. Aku berkata ‘asap apa ini?’

Mereka berkata ‘ini asap keluar dari makam istrimu setiap malam sejak kami makamkan’

Maka lelaki tersebut berkata “Demi Allah, aku adalah salah satu makhluq Allah yang paling mengenalnya, dia semasa hidupnya banyak berpuasa, selalu shalat malam, senantiasa menjaga kehormatannya, tidak membenarkan kemungkaran dan menyuruh kepada kebaikan, maka Allah tidak akan menghinakannya.”

-kemudian lelaki tersebut berdiri menuju pemakaman dan diikuti sepupu-sepupunya-

Ia berkata “dan ketika aku sudah sampai dimakamnya wahai amirul mukminin, aku pun mulai menggali, sampai aku melihatnya, adapun kondinya, sesosok mayat dalam posisi duduk dan anaknya bersamaku ini hidup dibawah kakinya.

Dan tiba-tiba aku mendengar seseorang menyeru: ‘wahai orang yang menitipkan kepada Allah sebuah titipan, ambilah titipanmu!’

–para ulama berkata: andai saja ia menitipkan juga si ibu kepada Allah niscaya ia kan mendapatinya sebagaimana ia titipkan. Akan tetapi agar berjalannya takdir Allah, maka Allah tidak mengizinkan lisannya untuk menitipkan sang ibu–

“Ya Allah, kami menitipkan kepadaMu agama kami wahai Tuhan semesta alam dan anugerahilah kami keteguhan pada agama ini hingga kami bertemu denganMu kelak”

Written by http://www.khadem.islam.blogspot.com @Khadem_elislam


Belajar dari Muawiyah bin Yazid

Ketika di akhir hayat Muawiyah bin Yazid r.a diminta untuk menunjuk penggatinya untuk menjadi pemimpin kaum muslimin, muawiyah berkata “Bagaimana saya menunjuk seseorang, padahal waktu saya masih hidup saja saya tidak mau dengan jabatan ini lalu bagaimana saya menanggung jabatan ini setelah saya meninggal.”

Apa maksudnya
Bahwa seseorang yang kita tunjuk itu adalah tanggung jawab kita dihadapan Allah, ketika kita menunjuk seseorang kita akan mengamanahi dan ibarat hari ini kita mengamanahkan suara kita, jangan dipikir tidak akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah swt.

Seperti Muawiyah,
amanah yang kita berikan kepada orang itu. Nanti baik buruknya orang itu, maka kita akan bertanggung jawab dihadapan Allah. Muawiyah sewaktu masih hidup pun sebenarnya tidak mau atas jabatan khalifah, lalu bagaimana muawiyah mau menanggung masalah orang itu sepeninggal muawiyah.

sumber youtube, khalifah Muawiyah bin Yazid r.a


Bersin dapat istri

Kisah Paman kami KH AL-Ny. Hj. SNA, Kedunglumpang, Salaman, Magelang.

Dalam sebuah perjalanan kereta api dari Jakarta ke Yogyakarta, tahun 1980-an; pemuda itu bersin di kursinya. Diapun bertahmid, “AlhamduliLlah.”

Dari seberang tempat duduknya terdengar suara lirih namun tegas, “YarhamukaLlah.”

Maka diapun menjawab, “YahdikumuLlah, wa yushlihu baalakum”, lalu menoleh. Yang dia lihat adalah jilbab putih, yang wajahnya menghadap ke jendela.

Ini tahun 1980-an. Jilbab adalah permata firdaus di gersangnya dakwah. Dan ucapan “YarhamukaLlah” adalah ilmu yang langka. Keduanya terasa surgawi.

Maka bergegas, disobeknya kertas dari buku agenda & diambilnya pena dari tasnya. Disodorkannya pada muslimah itu. “Dik”, ujarnya, “Tolong tulis nama Bapak Anda & alamat lengkapnya.”

Gadis itu terkejut. “Buat apa?”, tanyanya dengan wajah pias lagi khawatir.

“Saya ingin menyambung ukhuwah & thalabul ‘ilmi kepada beliau”, ujar sang pemuda. “Amat bersyukur jika bisa belajar dari beliau bagaimana mendidik putra-putri jadi Shalih & Shalihah.”

Masih ragu, gadis itupun menuliskan sebuah nama & alamat.

“Kalau ada denahnya lebih baik”, sergah si pemuda.

Beberapa hari kemudian, pemuda itu mendatangi alamat yang tertulis di kertas. Diketuk pintunya, dia ucapkan salam. Seorang bapak berwajah teduh & bersahaja menyambutnya.

Setelah disilakan duduk, sang bapak bertanya, “Anak ini siapa & ada perlu apa?”

Dia perkenalkan dirinya, lalu dia berkata, “Maksud saya kemari; pertama nawaituz ziyarah libina-il ukhuwah. Saya ingin, semoga dapat bersaudara dengan orang-orang Shalih sampai ke surga.”

“Yang kedua”, sambungnya, “Niat saya adalah thalabul ‘ilmi. Semoga saya dapat belajar pada Bapak bagaimana mendidik anak jadi Shalih dan Shalihah.”

“Yang ketiga”, di kalimat ini dia agak gemetar, “Jika memungkinkan bagi saya belajar langsung tentang itu di bawah bimbingan Bapak dengan menjadi bagian keluarga ini, saya sangat bersyukur. Maka dengan ini, saya beranikan diri melamar putri Bapak.”

“Lho Nak”, ujar si Bapak, “Putri saya yang mana yang mau Anak lamar? Anak perempuan saya jumlahnya ada 5 itu?”

“BismiLlah. Saya serahkan pada Bapak, mana yang Bapak ridhakan untuk saya. Saya serahkan urusan ini kepada Allah dan kepada Bapak. Sebab saya yakin, husnuzhzhan saya, bapak sebagai orang Shalih, juga memiliki putri-putri yang semua Shalihah.”

“Lho ya jangan begitu. Lha anak saya yang sudah Anda kenal yang mana?”

“Belum ada Pak”, pemuda itu nyengir.

Orangtua itu geleng-geleng kepala sambil tersenyum bijak.

“Sebentar Nak”, kata si Bapak, “Lha Anda bisa sampai ke sini, tiba-tiba melamar anak saya itu ceritanya bagaimana?”

Pemuda itupun menceritakan kisah perjumpaannya dengan putri sang Bapak di Kereta. Lengkap dan gamblang.

Sang bapak mengangguk-angguk. “Ya kalau begitu”, ujar beliau, “Karena yang sudah Anda nazhar (lihat) adalah anak saya yang itu; bagaimana kalau saya tanyakan padanya kesanggupannya; apakah anak juga ridha padanya?”

Pemuda itu mengangguk dengan tersipu malu.

Singkat cerita, hari itu juga mereka diakadkan, dengan memanggil tetangga kanan-kiri tuk jadi saksi. Maharnya? Pena yang dipakai pemuda itu meminta alamat sang Bapak pada gadis di kereta yang akhirnya jadi isterinya, ditambah beberapa lembar rupiah yang ada di dompetnya.

Hingga kini mereka dikaruniai 6 putra-putri. Satu putra telah wafat karena sakit setelah mengkhatamkan hafalan Qurannya. Lima yang lain, semua juga menjadi para pemikul Al Quran.

Pasangan yang tak lagi muda itu, masih suka saling menggoda hingga kini. Itu tak lain, karena sang suami memang berpembawaan lucu.

“Salim”, ujarnya pada suatu hari, “Bibi’mu ini lho, cuma saya bersin-i saja jadi istri. Lha coba kalau saya batuk, jadi apa dia!”

Saya terkekeh. Dan lebih terbahak ketika ‘ saya itu mencubit perut samping suaminya. “Kalau batuk”, ujar Hafizhah Qiraat Sab’ah ini, ingin bercanda tapi tak dapat menahan tawanya sendiri, “Mungkin beliau jadi sopir saya!”

Ya Allah; jagalah mereka, sebab mereka menjaga KitabMu di sebuah pesantren sederhana di pelosok negeri ini.

Kisah nyata ust. Salim A. Fillah


Taddabur QS. Al Kahfi

Al-Kahfi dijadikan sunnah untuk dibaca tiap jum’at agar umat minimal setiap hari raya pekanan mengingat betapa Allah mengagungkan karakter pemberani bagi para pemudanya.

Merupakan isyarat untuk do’a mendo’akan agar selalu terbentuk generasi yang saat menghadapi rezim kezhaliman kita menjadi pemuda berani (kisah Ashabul Kahfi), kemudian saat menjadi pemimpin negeri kita dapat menjadi negarawan amanah dan kompeten dalam mengelola peradaban (layaknya DzulQarnain).

Ini isyarat pula, kala timbul di zaman kita tiran seperti dihadapi pemuda Kahfi, pasti akan timbul pula para pemuda yang bersikap seperti kisah “Ashabul Kahfi”. Maka seiring dengan hadirnya eksistensi pemerintahan tiranik, maka akan selalu ada pula entitas pemuda yang sedia menghadapinya dan bertahan dalam iman, meski minoritas dan tercengkram tiran.

Bagaimana keberanian “Ashabul Kahfi” menerangkan kebenaran akan menimbulkan simpatik dan menanamkan keimanan yang tumbuh di hati orang-orang yang kagum.

Dan bagaimana keadilan “Dzulqarnain” memudahkannya untuk menundukan segala yang sulit, menciptakan keseimbangan, kemajuan, kesejahteraan dan keamanan dunia.

Semua itu pesan agar manusia sadar hakekat penciptaannya (sbg khalifah di muka bumi). Mereka bernilai, dikenang dalam sejarah dan bahkan diabadikan didalam Al-Qur’an karena mereka mampu mempertahankan agamanya. Tetapi jika ia melepaskannya, maka mereka akan kehilangan derajatnya, mereka tidak akan tercatat dalam sejarah dan bahkan tidak mungkin diabadikan di dalam Al Qur’an sebagai orang yang shaleh.

Sumber: Buku Renovani Negeri Madani dengan diolah penulis


Tafsir Surat Al – Iklhas (Ibnu Katsir)

Image

Tafsir Surat Al – Iklhas (Ibnu Katsir)

(Memurnikan Keesaan Allah) Surat makkiyah surat k3 – 122 : 4 ayat

Sebab turunnya surat ini dan keutamaannya.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Ubay bin ka’ab bahwa orang-orang musyrik pernah berkata kepada Nabi saw, “Hai Muhammad, terangkanlah kepada kami nasab Rabb-mu. “ Maka Allah Ta’ala menurunkan firman-Nya: “Katakanlah : Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Rabb yang bergantung kepada-Nya segala urusan. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tida ada seorangpun yang setara dengan-Nya.” Demikianlah yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan Ibnu Jarir dari Ahmad bin Mani’. Ibnu Jarir dan at-Tirmidzi menambahkan, dia mengatakan: “Asshomad” yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, karena tidak ada sesuatu pun yang dilahirkan dan tidak ada pula sesuatu yang mati melainkan akan meninggalkan arisa. Sedangkan Allah Ta’ala tidak akan pernah mati dan tidak juga meninggalkan warisan.”

“Walamyakul lahuukufuwan ahad, Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya.” Tidak ada yang serupa dan tidask ada pula yang sebanding dengan-Nya. Dan tidak ada sesuatu yang sama dengan-Nya. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim dari hadits Abu Said Muhammad bin Muyassar. Kemudian diriwayatkan pula oleh at-Tirmidzi dari Abul ‘Aliyah. Lalu dia menyebutkannya secara mursal. Dan dia tidak menyebutkan: “Haddatsanaa.” Lebih lanjut, at Tirmidzi mengatakan: “Dan ini lebih shahih daripada hadits Abu Sa’id.”

Hadits Lain Keutamaan Surat Al Ikhlas

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah ra., bahwa Nabi saw pernah mengutus seseorang dalam suatu peperangan dan dia membacakan al-Qur’an untuk para Sahabatnya dalam shalat mereka, lalu dia menutupnya dengan surat “Qul Huwallaahu Ahad”. Ketika mereka kembali, mereka menceritakan hal itu kepada Nabi saw, maka beliau berkata: “Tanyakan kepadanya, untuk apa dia melakukan hal tersebut.” Kemudian mereka pun bertanya kepadanya, lalu dia menjawab: “karena ia merupakan sifat ar-Rahmaan, sedang aku lebih suka membacanya.” Maka Nabi saw bersabda: “beritahukan kepadanya bahwa Allah menyukainya.” Dan diriwayatkan oleh Muslim dan an Nasa’i.

Hadits lain Tentang Keutamaannya yang menyamai Sepertiga Al Qur’an

Imam Al Bukhari meriwayatkan dari Abu Said bahwasanya ada seseorang mendengar orang lain membaca “Qul Huwallaahu Ahad” yang dia ulang berkali-kali. Setelah pagi hari tiba, dia mendatangi Nabi saw dan menceritakan peristiwa itu kepada beliau. Dan orang itu merasa masih terlalu sedikit membacanya, maka Nabi saw bersabda: “Demi Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya surat itu menyamai sepertiga al-Qur’an.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan an Nasa’i.

 Hadits Lain Tentang Bacaan Suarat Ini Mengharuskan Pembacanya Masuk Surga

Imam Malik bin Anas meriwayatkan dari ‘Ubaidillah bin ‘Abdirrahman, dari ‘Ubaid bin Hanin, dia berkata: “Aku pernah mendengar Abu Hurairah berkata: ‘Aku pernah pergi bersama Nabi saw lalu beliau mendengar sesorang membaca “Qul Huwallaahu Ahad”, maka Rasulullah saw bersabda: ‘Wajib baginya,’ kutanyakan, ‘Apa yang wajib?’ Beliau menjawab: ‘surga.’” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan an-Nasa’i dari hadits Malik. At-Tirmidzi mengatakan: ”Hasan shahih gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits Malik.” Dan telah juga disebutkan sebelumnya: ‘kecintaanmu padanya (surat al-Ikhlas) akan memasukkanmu ke surga.’”

Hadits Lain

‘Abdullah bin Imam Ahmad meriwayatkan dari Usaid bin Abi Usaid, dari Mu’adz bin ‘Abdillah bin habib, dari ayahnya, dia berkata: “kami pernah merasa dan berada dalam gelap gulita, sedang kami tengah menunggu Rasulullah saw shalat bersama kami, lalu beliau keluar dan memegang tanganku berkata: ‘katakanlah’. Maka aku pun terdiam. Beliau berkata lagi: ‘Katakanlah’. Kutanyakan: ‘Apa yang harus aku katakan?’ beliau menjawab: ‘Qul Huwallaahu Ahad dan al-Mu’awwidzatain (an-Falaq dan an-Naas) saat memasuki waktu sore dan saat memasuki waktu pagi hari sebanyak tiga kali, niscaya akan diberikan kecukupan kepadamu setiap hari dua kali.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan an-Nasa’i, dari hadits Ibnu Abi adz-Dzi-b. At-Tirmidzi mengatakan: “Hasan shahih gharib dari sisi ini.” Dan juga diriwayatkan oleh an-Nasa’i melalui jalan lain dari Mu’adz bin Abdillah bin Habib, dari ayahnya dari ‘Uqbah bin ‘Amir, lalu dia menyebutkan hadits tersebut. Dan lafaznya: “Maka ia akan mencukupi segala sesuatu.”

Imam Al-Bukhari meriwayatkan, Qutaibah memberitahu kami, al-Mufadhdhal memberitahu kami, dari ‘Uqail, dari ibnu Syihab, dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah bahwa Nabi saw jika berbaring di tempat tidur setiap malam, maka beliau menyatukan kedua telapak tangan beliau, lalu meniupnya seraya membaca pada keduanya: “Qul Huwallaahu Ahad, Qul a’uudzu bi Rabbil falaq, dan Qul a’uudzu bi Rabbin naas,” dan kemudia beliau mengusapkan kedua telapak tangan beliu mulai dari kepala, wajah, dan anggota tubuh bagian depan. Belia melakukan hal tersebut sebanyak tiga kali. Demikian itu yang diriwatkan oleh para penulis kitab as-Sunan.

Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.” (QS. 11:1) Allah adalah Rabb yang bergantung kepada-Nya segala urusan. (QS. 112:2) Dia tidak beranak dan tidak ada pula diperanakkan, (QS. 112:3) dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya. (QS. 112:4)

Di depan telah disampaikan sebab turunnya ayat ini. ‘Ikrimah mengatakan: “Ketika orang-orang Yahudi mengatakan: “Kami menyembah ‘Uzair putera Allah, ‘ dan orang-orang Nasrani mengatakan: “Kami menyembah al-Masih putera Allah. ‘Sedangkan orang-orang Majusi mengatakan: ‘Kami menyembah matahari dan bulan. ‘Adapun orang-orang musyrik mengatakan: ‘Kami menyembah berhala,’ maka Allah menurunkan kepada Rasul-Nya saw ayat “Qul Huwallaahu Ahad” ‘Katakanlah: ‘Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. ‘Yakni, Dia Yang Tunggal dan satu-satunya, yang tiada tandingannya, tanpa pembantu, juga tanpa sekutu, serta tidak ada yang menyerupai dan menandingi-Nya. Dan kalimat itu tidak bisa dipergunakan pada seorang pun dalam memberikan penetapan kecuali hanya kepada Allah Ta’ala, karena Dia yang sempurna dalam semua sifat dan perbuatn-Nya.”

Dan Firman Allah Ta’ala “Allah adalah Ilah yang bergantung kepada-Nya segala urusan.” ‘Ikrimah mengatakan dari Ibnu ‘Abbas: ‘Yakni Rabb yang bergantung kepada-Nya semua makhluk dalam memenuhi segala kebutuhan dan permintaan mereka.” ‘Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, Dia adalah Rabb yang benar-benar sempurna dalam kewibawaan-Nya dan Maha Mulia yang benar-benar sempurna dalam kemuliaan-Nya, Maha Agung yang benar-benar sempurna dalam keagungan-Nya, Maha Penyantun yang bena-benar sempurna kesantunan-Nya, Maha Mengetahui yang benar-benar sempurna dalam keilmuan-Nya, Maha Bijaksanan yang benar-benar sempurna dalam kebijaksanaan-Nya. Dan Dia adalah Rabb yang telah sempurna dalam semua macam kemuliaan dan kewibawaan-Nya. Dia adalah Allah Maha suci. Semunya itu merupakan sifat-Nya yang tidak pantas disandang kecuali hanya oleh-Nya, tidak ada yang menandingi-Nya, serta tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya. Maha Suci Allah, Yang Maha Tunggal lagi Maha Perkasa.

Al hasan mengatakan: “Asshomad” yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri Sendiri yang tidak akan pernah berakhir. “Sedangkan ‘Ikrimah mengatakan” “Asshomad” yang tidak ada sesuatu pun keluar dari-Nya dan tidak juga makan.” Ar-Rabi’ bin Anas mengungkapkan: “Dia adalah Rabb yang tidak beranak dan tidak diperanakkan,” seakan-akan Dia menjadikan ayat setelahnya sebagai penafsir baginya, yaitu firman-Nya, “Lam yalid walamyuulad” “Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.” Dan itu merupakan penafsiran yang sangat bagus.

Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Abbas, Sa’id bin al-Musayyab, Mujahid, ‘Abdullah bin Buraidah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, ‘Atha’ bin Abi rabah, ‘Athiyyah al-‘Aufi, adh-Dhahhak, dan as-Suddi mengatakan: “Asshomad” yang kokoh. Sufyan menceritakan dari Mansyur dari Muajhid: “Asshomad yakni, al-mushmat yang berarti kuat dan kokoh.” Asy-Sya’bi mengatakan: “yaitu yang tidak makan dan tidak minum.” ‘Abdullah bin Buraidah juga mengatakan “Asshomad” Cahaya yang berkilauan.” Semua itu diriwayatkan dan dikisahkan oleh Ibnu Abi Hatim, al-Baihaqi, dan ath-Thabrani. Demikian juga dengan Abu Ja’far bin Jarir menyebutkan lebih banayak dari itu dengan sanadnya sendiri. Al-Hafizh Abul Qasim ath-Thabrani menyampaikan di dalam kitab as-Sunnah miliknya setelah menyampaikan beberapa kali pendapat-pendapat di atas mengenai penafsiran kalimat “Asshomad.” Semua itu benar, dan ia merupakan sifat-sifat Allah, rabb kita.

Firman Allah Ta’ala: “Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya.” Maksudnya, Dia tidak memiliki anak dan tidak juga dia sebagai ayah atau ibu. Mengenai firman-nya: “Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya,” Mujahid mengatakan: “Yakni, Dia tidak mempunyai pendamping.” Dan dalam kitab Shahih al-Bukhari disebutkan:

“Tidak ada yang lebih sabar atas suatu hal yang menyakitkan yang didengar melebihi kesabaran Allah. Di mana mereka menjadikan bagi-Nya seorang anak, padahal Dia yang memberi rizki dan kesehatan kepada mereka.”

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Abu hurairah, dari Nabi saw beliau bersabda:

“Allah Ta’ala telah berfirman: ‘Anak Adam telah mendustakan-Ku, sedang dia tidak berhak melakukan hal tersebut, dia juga mencela-Ku padahal dia tidak berhak untuk itu. Kedustaan yang dia lakukan terhadap-Ku itu adalah ucapannya, “Dia tidak akan pernah dapat mengembalikan diriku sebagaimana Dia telah memulai diriku. Dan tidaklah pengawalan itu tidak lebih mudah dari pengulangannya. Dan caciannya kepada-ku adalah ucapannya bahwa Allah telah mengambil anan, padahal Aku Maha Tunggal yang bergantung segala urusan, Aku tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yangsetara dengan-Ku.”

-Tafsir Ibnu Katsir Juz 30-

selengkapnya download klik disini
Continue reading


Laki-Laki Layang-Layang

laki laki layang layang

Kau tahu puteriku sayang, laki-laki adalah layang-layang dan perempuan adalah benang.

Tanpa perempuan, laki-laki tak akan menjadi apa-apa. Dibalik ketinggian (kesuksesan) laki-laki, ada kita dibaliknya. Puteriku, jadilah benang yang berkualitas terbaik, buatlah layang-layangmu kelak terbang setinggi-tingginya, karena setinggi apapun ia terbang, dia selalu terikat olehmu dan akan bergantung padamu.

Jagalah dia agar dia tidak putus dan hilang arah, ingatlah bahwa layang- layang selalu ingin terbang tinggi.

-Anonim-


Cara Kerja Pertemuan

pertemuan

Orang yang berjalan dalam jalan yang sama akan bertemu, seperti itulah cara kerja pertemuan.

Kita memilih jalan lebih cepat atau lambat. Pada akhirnya orang yang menemani jalan kita bukanlah dia yang lebih cepat atau lambat, tetapi orang yang bisa mengimbangi langkah kita berjalan bersama, tidak lebih dulu.

Tidak pula tertinggal.

by Kurniawan Gunadi


Muharram Angker Versus Muharram Keren

Apakah di dalam Islam ada istilah waktu buruk, tahun malapetaka, bulan nahas, hari sial, atau malam terkutuk? Simaklah firman-Nya, “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah.” (Q.s. at-Taghabun [64]: 11).

Umat Muslimin yang beriman kepada Allah Swt dengan benar sudah semestinya mengimani takdir-Nya dengan benar pula. Firman-Nya: Katakanlah (kepada mereka), “Semuanya (kebaikan dan keburukan) datang dari sisi Allah.” (Q.s. an-Nisa` [4]: 78), juga hadis qudsi-Nya, “Anak Adam menyakiti-Ku dengan mencela waktu, padahal Aku adalah (pengatur) waktu, di tangan-Ku lah waktu dan Aku bolak-balikkan siang dan malam.” (H.r. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dan Malik).

Semua takdir yang Dia tetapkan, termasuk waktu dan segala peristiwa yang terjadi di atasnya, seharusnya menjadi peluang untuk meningkatkan keridhaan dan ketakwaan kepada-Nya.

Salah Paham pada Muharram

Nah, salah satu waktu yang masih sering disalahpahami adalah bulan Muharram yang sebentar lagi akan kita jumpai. Sebagian umat ini terjebak pada dua kutub ekstrem kejahilan. Sebagian umat menganggap Muharram sebagai bulan angker, seram, jelek, dan sial. Melaksanakan berbagai hajatan—pernikahan, khitanan, dll—di dalamnya dinilai buruk dan dapat mendatangkan petaka. Sebagian yang lain mengidentikkan Muharram sebagai bulan duka cita dengan menisbahkan peristiwa gugurnya cucu Nabi Saw, Husain r.a., ribuan tahun yang lalu. Kontras dengan itu, sebagian umat memang memuliakan bulan Muharram, namun dengan cara yang salah dan tidak tepat. Mereka menilai Muharram sebagai bulan keramat (sebenarnya dari kata karamah = kemuliaan), namun kemudian menjalankan beragam laku spiritual yang mistis, aneh, dan tidak berdasar.

Padahal, bulan Muharram justru merupakan salah satu bulan mulia dalam Islam, sudah semestinya dimuliakan dengan cara-cara yang mulia pula. Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya adalah empat bulan haram (mulia). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu….” (Q.s. at-Taubah [9]: 36).

Rasulullah Saw menjelaskan, “Waktu itu telah berputar sebagaimana biasa sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun ada 12 bulan, di antaranya empat bulan haram (mulia). Tiga bulan haram berturut-turut, yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan satu lagi adalah Rajab yang terletak di antara bulan Jumadil Akhir dan Sya’ban.” (H.r. Bukhari).

Bagaimana Menghormati Muharram?

Bulan Muharram dimuliakan oleh Rasulullah dengan cara berpuasa asy-Syura`, puasa sunnah pada tanggal 10 Muharram (H.r. Bukhari, Muslim, Abu Dawud). Pada awalnya Rasulullah mengamalkan puasa asy-Syura` sendirian, kemudian memerintahkan umat Islam ikut berpuasa, kemudian menjadikannya sebatas sunnah ketika kewajiban puasa Ramadhan telah ditetapkan (H.r. Bukhari), kemudian di penghujung hayat beliau bercita-cita menambahi puasa pada tanggal 9 Muharram agar berbeda dengan Yahudi dan Nasrani, namun tidak kesampaian karena beliau telah wafat (H.r. Muslim). Menurut hadis lain (H.r. Ahmad) beliau memerintahkan penambahan puasa sehari sebelumnya (9 Muharram) dan sehari sesudahnya (11 Muharram), tetapi sebagian ulama menilai hadis yang terakhir ini dha’if.
Maka dari itu, berpuasa asy-Syura` dapat dilaksanakan dengan alternatif pendapat para ulama, yaitu berpuasa tanggal 10 saja, berpuasa tanggal 9 dan 10, atau berpuasa tanggal 9, 10, dan 11 Muharram. Wallahu a’lam.

Muharram itu Keren! 

Tidaklah benar mitos-mitos yang selama ini beredar bahwa hajatan dan pernikahan di bulan Muharram akan mendatangkan bala dan malapetaka. Sebagian orang Jawa bilang, “Wulan Sura wulan cilaka, bulan Muharram bulan celaka.” Padahal, salah satu tokoh Jawa yang paling termasyhur, Sultan Agung Hanyakrakusuma, justru sangat menghormati bulan Muharram. Beliau mengubah kalender Jawa yang terpengaruh Hindu (Caka) menjadi kalender hijriyah Islam yang dijawakan. Sebagian bulan dinamai sama tetapi dilogatkan Jawa, sebagian lagi diberi nama berdasarkan peristiwa besar yang terjadi pada bulan itu. Bulan Muharram beliau namai Sura (dibaca: Suro) karena di dalamnya terdapat puasa asy-Syura` pada tanggal 10. Nah!
Masih ragu-ragu menikah dan mengadakan hajatan pada bulan Muharram tidak membawa bencana? Sejumlah Muslimin berani membuktikannya. Ada kru Pro-U Media yang menikah pada tanggal 1 Muharram sekian tahun yang lalu, di Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta (simbol tradisi Jawa-Muslim) pula! Akhir-akhir ini, bahkan sejumlah pasangan sengaja menikah massal pada bulan Muharram. Dan… kehidupan keluarga mereka insya Allah berkah.

Nah, betapa mulia dan kerennya bulan Muharram, bukan?

Written by Pro-U Media


Download Tafsir Ibnu Katsir

tafsir ibnu  katsir

Juz 1 klik disini

Juz 2 klik disini

Juz 3 klik disini

Juz 4 klik disini

Juz 5 klik disini

Juz 6 klik disini

Juz 7 kilik disini

Juz 8 klik disini

Juz 9 klik disini

Surat Ad Dzariat klik disini

Surat Al Ahqaaf klik disini

Surat Al Hadid klik disini

Surat Al Hujarat klik disini

Surat Al Kahfi klik disini

Surat Al Qomar klik disini

Surat Al Waqi’ah klik disini

Surat Al Anbiyaa klik disini

Surat Al Fath klik disini

Surat Al Hajj klik disini

Surat Al Mu’minun klik disini

Surat An Najm klik disini

Surat Ar Rahman Klik disini

Surat At Taubah klik disini

Surat Ath Thur klik disini

Surat Huud klik disini

Surat Maryam klik disini

Surat Muhammad klik disini

Surat Mumtahanah klik disini

Surat Qaaf klik disini

Surat Thoha klik disini

Surat Al Haqqoh klik disini

Surat A Hasyr klik disini

Surat Al Insan klik disini

Surat Al Jin klik disini

Surat Al Maarij klik disini

Surat Al Mudatsir klik disini

Surat Al Mujadilah klik disini

Surat Al Mulk klik disini

Surat Al Munaafiqun klik disini

Surat Al Mursalat klik disini

Surat Al Muzammil klik disini

Surat Al Qiyamah klik disini

Surat Al Qolam klik disini

Surat Ash Shaf klik disini

Surat Ath Thoghabun klik disini

Surat Ath Tholaq klik disini

Surat At Tahrim klik disini

Surat Nuh klik disini

Surat Yunus klik disini

Surat Yusuf klik disini

Surat An Naba klik disini

Surat An Naziat klik disini

Surat Abasa klik disini

Surat At Takwir klik disini

Surat Al Muthaffifiin klik disini

Surat Al Buruj klik disini

Surat Ath Thaariq klik disini

Surat Al Ghaasyiyah klik disini

Surat Al Fajr klik disini

Surat Asy Syams klik disini

Surat Al Insyirah klik disini

Surat At Tiin klik disini

Surat Al Alaq klik disini

Surat Al Qadr klik disini

Surat Al Bayyinah klik disini

Surat Al Zalzalah klik disini

Surat Al Adiyat klik disini

Surat Al Qaariah klik disini

Surat Al Ashr klik disini

Surat Al Humazah klik disini

Surat Al Fiil klik disini

Surat Quraisy klik disini

Surat Al Mauun klik disini

Surat Al Kautsar klik disini

Surat Al Kafirun klik disini

Surat An Nasr klik disini

Surat Al Ikhlas klik disini

Surat Al Falaq-An Nas klik disini


Cerita dari Jabir bin Abdullah

 

“Suatu ketika, Khalifah Umar r.a. melihat daging yang menggantung pada kedua tanganku.” Kemudian beliau bertanya: Hai Jabir, apa yang engkau bawa?” Jabir menjawab: “ini adalah daging yang aku inginkan, maka aku membelinya.” Kemudian Khalifah bertanya, “apakah setiap kali engkau menginginkan sesuatu engkau membelinya? Tidakkah engkau takut jika di hari kiamat nanti, akan dikatakan kepadamu: “Kamu telah menghabiskan rezikimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang senang dengannya; maka pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan karena kamu telah fasik.”
(Al Ahzab 33: 20)

subhanallah merinding begitu wara’ (hati hati) seorang sahabat dalam mengeluarkan rezekinya, semoga diri yang nista ini mampu bersyukur dan meneladaninya 😦

Allahumma Aamiin

sumber buku manajemen syariah


Taufiq_Qipot NgeBlog

" Ajarilah Anakmu Sastra! Agar ia menjadi Pemberani "

berhenti sejenak, menuju cahaya

Just another abu faqih's weblog

Kris

Pada akhirnya kita akan tetap terus berjalan membawa kenangan dan harapan untuk mempersembahkan sebuah karya.

auliyanusyura's blog

ini kisahku, kamu, dan mereka :)