Tafsir Surat Al – Iklhas (Ibnu Katsir)
(Memurnikan Keesaan Allah) Surat makkiyah surat k3 – 122 : 4 ayat
Sebab turunnya surat ini dan keutamaannya.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ubay bin ka’ab bahwa orang-orang musyrik pernah berkata kepada Nabi saw, “Hai Muhammad, terangkanlah kepada kami nasab Rabb-mu. “ Maka Allah Ta’ala menurunkan firman-Nya: “Katakanlah : Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Rabb yang bergantung kepada-Nya segala urusan. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tida ada seorangpun yang setara dengan-Nya.” Demikianlah yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan Ibnu Jarir dari Ahmad bin Mani’. Ibnu Jarir dan at-Tirmidzi menambahkan, dia mengatakan: “Asshomad” yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, karena tidak ada sesuatu pun yang dilahirkan dan tidak ada pula sesuatu yang mati melainkan akan meninggalkan arisa. Sedangkan Allah Ta’ala tidak akan pernah mati dan tidak juga meninggalkan warisan.”
“Walamyakul lahuukufuwan ahad, Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya.” Tidak ada yang serupa dan tidask ada pula yang sebanding dengan-Nya. Dan tidak ada sesuatu yang sama dengan-Nya. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim dari hadits Abu Said Muhammad bin Muyassar. Kemudian diriwayatkan pula oleh at-Tirmidzi dari Abul ‘Aliyah. Lalu dia menyebutkannya secara mursal. Dan dia tidak menyebutkan: “Haddatsanaa.” Lebih lanjut, at Tirmidzi mengatakan: “Dan ini lebih shahih daripada hadits Abu Sa’id.”
Hadits Lain Keutamaan Surat Al Ikhlas
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah ra., bahwa Nabi saw pernah mengutus seseorang dalam suatu peperangan dan dia membacakan al-Qur’an untuk para Sahabatnya dalam shalat mereka, lalu dia menutupnya dengan surat “Qul Huwallaahu Ahad”. Ketika mereka kembali, mereka menceritakan hal itu kepada Nabi saw, maka beliau berkata: “Tanyakan kepadanya, untuk apa dia melakukan hal tersebut.” Kemudian mereka pun bertanya kepadanya, lalu dia menjawab: “karena ia merupakan sifat ar-Rahmaan, sedang aku lebih suka membacanya.” Maka Nabi saw bersabda: “beritahukan kepadanya bahwa Allah menyukainya.” Dan diriwayatkan oleh Muslim dan an Nasa’i.
Hadits lain Tentang Keutamaannya yang menyamai Sepertiga Al Qur’an
Imam Al Bukhari meriwayatkan dari Abu Said bahwasanya ada seseorang mendengar orang lain membaca “Qul Huwallaahu Ahad” yang dia ulang berkali-kali. Setelah pagi hari tiba, dia mendatangi Nabi saw dan menceritakan peristiwa itu kepada beliau. Dan orang itu merasa masih terlalu sedikit membacanya, maka Nabi saw bersabda: “Demi Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya surat itu menyamai sepertiga al-Qur’an.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan an Nasa’i.
Hadits Lain Tentang Bacaan Suarat Ini Mengharuskan Pembacanya Masuk Surga
Imam Malik bin Anas meriwayatkan dari ‘Ubaidillah bin ‘Abdirrahman, dari ‘Ubaid bin Hanin, dia berkata: “Aku pernah mendengar Abu Hurairah berkata: ‘Aku pernah pergi bersama Nabi saw lalu beliau mendengar sesorang membaca “Qul Huwallaahu Ahad”, maka Rasulullah saw bersabda: ‘Wajib baginya,’ kutanyakan, ‘Apa yang wajib?’ Beliau menjawab: ‘surga.’” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan an-Nasa’i dari hadits Malik. At-Tirmidzi mengatakan: ”Hasan shahih gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits Malik.” Dan telah juga disebutkan sebelumnya: ‘kecintaanmu padanya (surat al-Ikhlas) akan memasukkanmu ke surga.’”
Hadits Lain
‘Abdullah bin Imam Ahmad meriwayatkan dari Usaid bin Abi Usaid, dari Mu’adz bin ‘Abdillah bin habib, dari ayahnya, dia berkata: “kami pernah merasa dan berada dalam gelap gulita, sedang kami tengah menunggu Rasulullah saw shalat bersama kami, lalu beliau keluar dan memegang tanganku berkata: ‘katakanlah’. Maka aku pun terdiam. Beliau berkata lagi: ‘Katakanlah’. Kutanyakan: ‘Apa yang harus aku katakan?’ beliau menjawab: ‘Qul Huwallaahu Ahad dan al-Mu’awwidzatain (an-Falaq dan an-Naas) saat memasuki waktu sore dan saat memasuki waktu pagi hari sebanyak tiga kali, niscaya akan diberikan kecukupan kepadamu setiap hari dua kali.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan an-Nasa’i, dari hadits Ibnu Abi adz-Dzi-b. At-Tirmidzi mengatakan: “Hasan shahih gharib dari sisi ini.” Dan juga diriwayatkan oleh an-Nasa’i melalui jalan lain dari Mu’adz bin Abdillah bin Habib, dari ayahnya dari ‘Uqbah bin ‘Amir, lalu dia menyebutkan hadits tersebut. Dan lafaznya: “Maka ia akan mencukupi segala sesuatu.”
Imam Al-Bukhari meriwayatkan, Qutaibah memberitahu kami, al-Mufadhdhal memberitahu kami, dari ‘Uqail, dari ibnu Syihab, dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah bahwa Nabi saw jika berbaring di tempat tidur setiap malam, maka beliau menyatukan kedua telapak tangan beliau, lalu meniupnya seraya membaca pada keduanya: “Qul Huwallaahu Ahad, Qul a’uudzu bi Rabbil falaq, dan Qul a’uudzu bi Rabbin naas,” dan kemudia beliau mengusapkan kedua telapak tangan beliu mulai dari kepala, wajah, dan anggota tubuh bagian depan. Belia melakukan hal tersebut sebanyak tiga kali. Demikian itu yang diriwatkan oleh para penulis kitab as-Sunan.
Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.” (QS. 11:1) Allah adalah Rabb yang bergantung kepada-Nya segala urusan. (QS. 112:2) Dia tidak beranak dan tidak ada pula diperanakkan, (QS. 112:3) dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya. (QS. 112:4)
Di depan telah disampaikan sebab turunnya ayat ini. ‘Ikrimah mengatakan: “Ketika orang-orang Yahudi mengatakan: “Kami menyembah ‘Uzair putera Allah, ‘ dan orang-orang Nasrani mengatakan: “Kami menyembah al-Masih putera Allah. ‘Sedangkan orang-orang Majusi mengatakan: ‘Kami menyembah matahari dan bulan. ‘Adapun orang-orang musyrik mengatakan: ‘Kami menyembah berhala,’ maka Allah menurunkan kepada Rasul-Nya saw ayat “Qul Huwallaahu Ahad” ‘Katakanlah: ‘Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. ‘Yakni, Dia Yang Tunggal dan satu-satunya, yang tiada tandingannya, tanpa pembantu, juga tanpa sekutu, serta tidak ada yang menyerupai dan menandingi-Nya. Dan kalimat itu tidak bisa dipergunakan pada seorang pun dalam memberikan penetapan kecuali hanya kepada Allah Ta’ala, karena Dia yang sempurna dalam semua sifat dan perbuatn-Nya.”
Dan Firman Allah Ta’ala “Allah adalah Ilah yang bergantung kepada-Nya segala urusan.” ‘Ikrimah mengatakan dari Ibnu ‘Abbas: ‘Yakni Rabb yang bergantung kepada-Nya semua makhluk dalam memenuhi segala kebutuhan dan permintaan mereka.” ‘Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, Dia adalah Rabb yang benar-benar sempurna dalam kewibawaan-Nya dan Maha Mulia yang benar-benar sempurna dalam kemuliaan-Nya, Maha Agung yang benar-benar sempurna dalam keagungan-Nya, Maha Penyantun yang bena-benar sempurna kesantunan-Nya, Maha Mengetahui yang benar-benar sempurna dalam keilmuan-Nya, Maha Bijaksanan yang benar-benar sempurna dalam kebijaksanaan-Nya. Dan Dia adalah Rabb yang telah sempurna dalam semua macam kemuliaan dan kewibawaan-Nya. Dia adalah Allah Maha suci. Semunya itu merupakan sifat-Nya yang tidak pantas disandang kecuali hanya oleh-Nya, tidak ada yang menandingi-Nya, serta tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya. Maha Suci Allah, Yang Maha Tunggal lagi Maha Perkasa.
Al hasan mengatakan: “Asshomad” yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri Sendiri yang tidak akan pernah berakhir. “Sedangkan ‘Ikrimah mengatakan” “Asshomad” yang tidak ada sesuatu pun keluar dari-Nya dan tidak juga makan.” Ar-Rabi’ bin Anas mengungkapkan: “Dia adalah Rabb yang tidak beranak dan tidak diperanakkan,” seakan-akan Dia menjadikan ayat setelahnya sebagai penafsir baginya, yaitu firman-Nya, “Lam yalid walamyuulad” “Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.” Dan itu merupakan penafsiran yang sangat bagus.
Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Abbas, Sa’id bin al-Musayyab, Mujahid, ‘Abdullah bin Buraidah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, ‘Atha’ bin Abi rabah, ‘Athiyyah al-‘Aufi, adh-Dhahhak, dan as-Suddi mengatakan: “Asshomad” yang kokoh. Sufyan menceritakan dari Mansyur dari Muajhid: “Asshomad yakni, al-mushmat yang berarti kuat dan kokoh.” Asy-Sya’bi mengatakan: “yaitu yang tidak makan dan tidak minum.” ‘Abdullah bin Buraidah juga mengatakan “Asshomad” Cahaya yang berkilauan.” Semua itu diriwayatkan dan dikisahkan oleh Ibnu Abi Hatim, al-Baihaqi, dan ath-Thabrani. Demikian juga dengan Abu Ja’far bin Jarir menyebutkan lebih banayak dari itu dengan sanadnya sendiri. Al-Hafizh Abul Qasim ath-Thabrani menyampaikan di dalam kitab as-Sunnah miliknya setelah menyampaikan beberapa kali pendapat-pendapat di atas mengenai penafsiran kalimat “Asshomad.” Semua itu benar, dan ia merupakan sifat-sifat Allah, rabb kita.
Firman Allah Ta’ala: “Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya.” Maksudnya, Dia tidak memiliki anak dan tidak juga dia sebagai ayah atau ibu. Mengenai firman-nya: “Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya,” Mujahid mengatakan: “Yakni, Dia tidak mempunyai pendamping.” Dan dalam kitab Shahih al-Bukhari disebutkan:
“Tidak ada yang lebih sabar atas suatu hal yang menyakitkan yang didengar melebihi kesabaran Allah. Di mana mereka menjadikan bagi-Nya seorang anak, padahal Dia yang memberi rizki dan kesehatan kepada mereka.”
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Abu hurairah, dari Nabi saw beliau bersabda:
“Allah Ta’ala telah berfirman: ‘Anak Adam telah mendustakan-Ku, sedang dia tidak berhak melakukan hal tersebut, dia juga mencela-Ku padahal dia tidak berhak untuk itu. Kedustaan yang dia lakukan terhadap-Ku itu adalah ucapannya, “Dia tidak akan pernah dapat mengembalikan diriku sebagaimana Dia telah memulai diriku. Dan tidaklah pengawalan itu tidak lebih mudah dari pengulangannya. Dan caciannya kepada-ku adalah ucapannya bahwa Allah telah mengambil anan, padahal Aku Maha Tunggal yang bergantung segala urusan, Aku tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yangsetara dengan-Ku.”
-Tafsir Ibnu Katsir Juz 30-
selengkapnya download klik disini
Continue reading